Nabi pernah bilang, bahwa dunia ini adalah penjaranya orang mukmin. Seakan beliau ingin mengatakan bahwa jangan terlalu berharap pengayoman kepada penguasa dunia. Dari tingkat terendah hingga tertinggi kekuasaan duniawi, semua berpotensi besar menjalankan kekuasaannya secara dzalim.
Demikian pula dalam interaksi kita dengan siapapun yang status sosialnya lebih tinggi, kemungkinan kita diperlakukan tidak adil jauh lebih besar dibanding perlakuan yang adil. Bos di kantor, ketua di organisasi, petinggi di kampung hingga penguasa di sebuah negeri, lebih banyak yang mementingkan diri sendiri dibanding yang berjuang untuk rakyatnya.
Oleh karena itulah rupanya, maka Rasulullah begitu mengistimewakan pemimpin yang adil. Bahkan beliau menjanjikan bahwa pemimpin adil itu merupakan salah satu dari tujuh jenis manusia yang akan mendapat naungan dari Allah di hari kiamat kelak. Begitu istimewanya mereka. Dan yang istimewa tentu saja langka.
Kembali ke soal dunia adalah penjaranya orang beriman. Jadi siapapun yang memilih beriman kepada Allah, dia pasti akan merasakan susahnya ujian dan cobaan. Diantara cobaan tersebut adalah kedzoliman dari thogut.
Siapakah thoghut itu? Merekalah orang-orang yang berlebihan dalam bertindak dan berkeyakinan. Mereka lancang “melangkahi” hal-hal yang seharusnya merupakan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka membuat sendiri aturan yang seharusnya diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ ala. Bahkan thagut juga merupakan sesembahan yang disembah menandingi Allah Ta’ala.
Jelas, thogut tidak ridha dengan orang-orang beriman. Mengapa? Karena orang beriman ingin mentaati Allah dan Rasulullah, sedangkan thogut ingin menghalangi bahkan kalau bisa menghapuskan hukum-hukum Allah. Maka wajar bila thogut selalu berupaya menyusahkan kaum beriman hingga dunia ini kadang terasa bagai penjara bagi orang beriman tersebut.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim menerangkan, “Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang.
Tapi apakah orang beriman merasa gundah dan tersiksa? Sebagai manusia normal dan secara fisik mungkin iya. Tapi keimanan yang ada dalam dadanya membuat “tawar” semua kesusahan yang sedang dihadapinya. Karena ia tahu bahwa tidak ada sedikitpun rasa sakit dan kesusahan, melainkan darinya ada ampunan Allah dan pahala yang besar.
Orang beriman juga sangat paham bahwa bila di dunia ia sulit memperoleh keadilan, maka di akhirat semua akan dituntaskan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Aneka kedzaliman dan penindasan yang dilakukan oleh para thaghut tidak akan pernah membuat thagut tersebut menang.
Wallahu a’lam
✍️ Abdillah Syafei