Diantara yang perlu dijaga (dikendalikan) selama Hari Raya ini adalah soal “pengeluaran”. Jangan sampai gara-gara habis-habisan berlibur dan berhibur selama seminggu, akhirnya kehabisan “peluru” untuk berjuang hidup tiga minggu ke depannya. Apalagi bila semua keseruan itu berakhir dengan kelelahan atau bahkan sakit.
Disinilah pentingnya peran ibu rumah tangga mengatur manajemen keluarga dan pentingnya seorang ayah memutuskan hal-hal urgen dan prioritas dalam rumah tangga.
Kemauan anak dan anggota keluarga lainnya, apalagi bila hanya menyangkut soal hiburan, tidak semuanya harus dipenuhi. Harus juga disesuaikan dengan kemampuan yang ada. Dan bicara kemampuan tentu bukan hanya soal biaya namun juga kondisi fisik dan kesehatan mereka.
Tidak jarang euforia berlibur pasca Idul Fitri selain menguras biaya, juga menguras energi yang bisa berujung pada kondisi sakit. Hal ini perlu diantisipasi, karena bahagia itu bukan hanya soal perut kenyang dan keseruan jalan-jalan, namun lebih penting dari itu adalah kesehatan jasmani (yang pastinya berpengaruh sekali pada perasaan).
Apalagi bila memang dana yang dimiliki juga pas-pasan, akan komplitlah penderitaan bila sakit melanda. Harus berobat (minimal beristirahat) sementara dana untuk bertahan hidup saja tidak ada, maka bisa dipastikan penderitaan akan semakin terasa.
Sungguh beruntung orang yang nilai puasa Ramadhannya tetap dijaga. Kebiasaan menahan diri di bulan Ramadhan dia aplikasikan setelah itu, sehingga hari raya yang sebenarnya memang untuk bergembira bisa dinikmati sewajarnya tanpa berlebih-lebihan.
Wallahu a’lam
✍️ Penjelajah Waktu (Guru Syafei)