Dari cerita kakek dan orang tua saya, terutama berdasar pengalaman mereka jaman penjajahan Belanda dan Jepang, ternyata para penjajah dan kaki tangan mereka dari kalangan bangsa kita sendiri, begitu kejam dan arogannya.
Kaum penjajah baik dari kalangan belanda bule maupun belanda hitam, semuanya begitu gagah saat berhadapan dengan bangsa kita. Mereka bagaikan jagoan yang tak mengenal rasa takut.
Padahal sebenarnya itu hanya penampilan luarnya saja. Keberanian dan kegagahan mereka tak lebih hanya karena dua sebab. Pertama karena mereka punya senjata dan kedua karena mereka bersama-sama (banyak).
Loyalitas antara sesama merekapun hanya terbangun lantaran sama-sama mendapat bayaran mahal dan aneka fasilitas yang membuat kehidupan duniawinya mewah.
Padahal mereka sejatinya adalah pengecut, tak tahan menderita dan saling tikam kalau pembagian harta dianggap tidak adil.
Berbeda dengan pejuang kita. Mereka hanya punya dua pilihan dalam perjuangannya. Menang dan hidup mulia atau gugur dam mati syahid.
Penjajah dan antek-anteknya tidak akan berani berperang bila tak punya senjata. Dan mereka tak bakalan loyal (setia) bila bayaran tidak diterima. Sedangkan pejuang kita? Dalam kondisi apapun mereka tetap bersemangat karena yakin apapun yang terjadi semuanya adalah baik.
Jadi, bila iman landasan perjuangan, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hidup ataukah mati sama-sama kebaikan, hanya jalannya saja yang berbeda cara.
Percayalah, penjajah dan kaum dzolim itu tak akan pernah tentram dan bahagia hidupnya. Mereka selalu dihantu-hantui kegelisahan dan ketakutan. Jangankan untuk mati, untuk tetap hidup saja mereka penuh kekhawatiran. Khawatir harta dan kesenangannya hilang.
Sesulit dan sesakit apapun kehidupan fisik para pejuang tak ada apa-apanya dibanding kesakitan, ketakutan dan kegelisahan para penjajah itu. Mereka menjadi orang jahat dan berkhianat karena ingin hidup dunia yang nikmat. Bagaimana mungkin mereka berani “nekad” sebagaimana para pejuang yang merindukan akhirat?
Wallahu a’lam
Abdillah Syafei