Bulan agustus, khususnya tanggal 17, secara formal merupakan hari kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sejak proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta, maka sebagai sebuah bangsa kita sudah memiliki negara sendiri yang bebas dari penjajah. Dan hingga bulan ini, proklamasi telah 72 tahun dikumandangkan.
Namun apakah setiap kita benar-benar merasa telah merdeka? Itu tergantung dari apa dan bagaimana pengertian kata merdeka itu sendiri difahami. Sebagai sebuah bangsa saja kita masih berdebat apakah saat ini benar-benar sudah merdeka secara nyata, ataukah masih terjajah secara terselubung?
Setiap orang, “merdeka” untuk mengartikan kata MERDEKA buat dirinya sendiri. Bagi saya sebagai seorang mukmin memaknai kemerdekaan sejati itu bukan sekedar bebas dari penjajahan fisik. Merdeka sejati adalah kala kita bisa membebaskan diri dari penghambaan kepada selain Allah.
Ya, merdeka hakiki adalah ketika seorang hamba bebas beribadah dan menjalankan kehidupannya sesuai syari’at yang ditetapkan oleh Tuhannya. Tidak mengalami intimidasi dan diskriminasi bahkan tidak dihalang-halangi menjalankan ajaran agama secara total.
Dalam dakwah Islam sendiri, diantara aplikasinya adalah ketika kita bisa beragama dengan batin yang tentram, tidak takut akan celaan dan tak hirau dengan aneka tahzir yang berseliweran. Selama berdiri di atas jalan yang kita yakini kebenarannya, caci maki dan penghinaan sekalipun akan dianggap angin lalu.
Maka, dengan jiwa yang merdeka kita tak perlu ber-TAQIYAH (menipu) agar disukai oleh komunitas dakwah tertentu. Kita tak perlu berlagak dan berpura-pura sama hanya demi menghindari celaan dan hinaan mereka.
Tampil dan hadir kepada saudara seiman apa adanya dengan madzhab dan pemahaman yang kita ikuti meski berbeda dengan mereka, itu lebih kesatria dan menunjukan kepribadian yang jujur. Selama saudara kita yang berbeda pemahaman itu adalah orang-prang yang juga jujur dan objektif dalam kebenaran, perbedaan ijtihadiyah pasti tak akan mengurangi loyalitas dan kecintaan.
Lain hal jika mereka yang kita anggap saudara seaqidah, ternyata berpikiran sempit dan alergi berat dengan perbedaan pandangan. Nah, untuk yang demikian, menurut saya dari diri kita sendiripun memang tak selayaknya terlalu berdekat-dekat. Pemahaman yang sesat seperti itu justeru berbahaya dan bisa merusak kemerdekaan kita.
Hindari saja komunitas yang memang ukuran ukhuwahnya sudah bukan aqidah tapi ikatan kelompok sempit. Mereka itulah yang disebut oleh paa ulama sebagai kaum yang ashabiah dan hizbiyah. Mereka bisa saja meneriakkan anti kelompok, namun praktek hidup mereka sangat kental dengan dogma kelompok.
Berdekat-dekat dengan kelompok semacam itu sangat berbahaya, kecuali jika kita mampu mendakwahinya. Jika tidak malah bisa merusak hati bahkan pemahaman agama saja. Masuk dan bergaul dengan mereka justeru beresiko kita akan kehilangan KEMERDEKAAN sebagai hamba Allah. Mengapa? Karena loyalitas, kesetiaan dan penghambaan kita akan dipaksa kepada petinggi mereka, bukan lagi kepada Allah Jalla wa a’la.
Semoga Allah selalu memberi kita petunjuk agar tetap berjalan di atas jalan kebenaran, sehingga kita dapat selalu berada dalam KEMERDEKAAN yang hakiki. Kemerdekaan untuk menghamba hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan Kepada kelompok dan organisasi.
Sahabatku punya pemahaman yang berbeda soal kata MERDEKA? Silahkan saja… Karena kita semua MERDEKA untuk memaknai kata MERDEKA…! 🙂
Allahu Akbar..!!!
Wallahu a’lam
JENDELA NURANI
(Abdillah Syafei)
Telegram:
https://t.me/joinchat/AAAAAEPW9hAcvKKl5cS2Jg
Fp. Facebook:
https://www.facebook.com/abdillah.syafei/
Watsapp:
https://chat.whatsapp.com/2ybZUPln3heIqLdi6o4iYH