Masih Salah Kaprah

Bicara soal salah kaprah, sangat banyak contohnya dan mungkin kita (saya) sendiri sering melakukan. Jadi jika ini saya posting di facebook, tentu bukan ditujukan buat seseorang atau sekelompok orang tapi buat saya sendiri dan siapapun yang ingin mengambil manfaatnya.
Jika di postingan sebelumnya contoh salah kaprah yang saya angkat adalah dalam pemakaian kata, maka kali ini saya ingin mencontohkan salah kaprah dalam hal bersikap ataupun dalam pola pikir.
Contoh suatu ketika saya berdiskusi dengan seorang kawan soal hukum memakai cadar bagi wanita dan gamis bagi lelaki. Setelah saya menjelaskan pendapat (yang saya ikuti) bahwa saya menganggap  bercadar bagi wanita dan memakai gamis bagi laki-laki itu adalah sunnah, bukan wajib, kawan saya bertanya:
“Kalau cadar dan gamis itu nggak wajib, cuma sunnah, kenapa istrimu bercadar dan kamu sering bergamis?” demikian kurang lebih.
Menjawab pertanyaan ini, saya memilih balik bertanya kepada beliau untuk memancing logikanya agar menemukan sendiri jawabannya. Dengan demikian beliau akan merasa puas dan tidak merasa digurui.
“Bapak pernah shalat sunnah atau puasa sunah?” tanya saya.
“Pernah, dan sering,” jawab beliau. Dan belum sempat saya melanjutkan, beliau yang cerdas itu melanjutkan sendiri, “Oh, iya ya… Sunnah kan bagus bahkan berpahala kalau dikerjakan. Kecuali kalau haram, nah nggak boleh dikerjakan.”
Akhirnya kami sama-sama tertawa puas.
Dialog di atas memang hanya ilustrasi. Ya bisa dibilang setengah fiktip karena kronologis dialognya saya susun sendiri agar mudah difahami. Namun substansi dari dialog itu memang benar terjadi bahkan beberapa kali dengan orang yang berbeda.
Saudaraku, salah kaprah bisa disebabkan beberapa hal diantaranya karena Kebodohan, Salah faham, dan memang tidak cukup kapasitas pemahamannya atau dalam istilah orang banjar disebut (maaf) tambuk.
BODOH, artinya tidak tahu. Jadi bisa saja seseorang itu sebenarnya cerdas namun karena ia tidak tahu kebenaran sehingga ia menjadi salah kaprah. Untuk hal ini, cukup diberitahu ia akan meninggalkan kesalahkaprahannnya.
SALAH FAHAM, biasanya terjadi karena salah mindset atau pola berpikir. Bisa karena input informasi yang salah atau bias, atau bisa pula karena sebuah doktrinisasi  yang memang bertujuan merubah dasar-dasar logika manusia. Untuk ini (biasanya) perlu proses panjang penyadaran.
TAMBUK, ini kata yang menggambarkan kondisi akal manusia yang memang sudah tidak beres dan nggak bisa diapa-apakan lagi. Dijelaskan bagaiamanapun nggak akan faham, dan diberitahu segamblang apapun kebenaran nggak akan menerima. Ibarat telur busuk (dalam bahasa banjar: hintalu tambuk). Telur seperti itu sudah tidak bisa dimanfaatkan, ditetaskan tidak mungkin, dimakan juga menjijikan.
Nah, kesalahkaprahan ini sebenarnya adalah hal yang wajar, banyak terjadi dan bahkan terjadi pada diri saya sendiri. Oleh karena itu kita harus banyak belajar, mencari informasi yang berimbang dari berbagai sumber sebagai pembanding dan berupaya bersikap objektif.
Menurut saya sendiri mayoritas salah kaprah terjadi karena ketidaktahuan dan kesalahfahaman. Karena yang namanya salag kaprah itu biasanya terjadi akibat hal tersebut sudah menyebar atau menjadi kebiasaan khalayak. Sehingga repitisi (pengulangan) informasi salah menyebab munculnya persepsi bahwa itu adalah kebenaran.
Adapun untuk salah kaprah yang karena memang kafasitas akal yang tidak cukup, ya kita tentu harus banyak-banyak memaklumi saja. Bukan karena dia tidak mungkin berubah, karena segala apapun di dunia ini jika Allah kehendaki bisa saja terjadi. Namun dalam ranah ikhtiar, kita tidak bisa berharap banyak pada perubahan itu.
Dan boleh jadi juga dalan postingan ini masih ada argumen yang juga SALAH KAPRAH.
Wallahu a’lam
 
(Syafei ibnu Abdul Shamad)
27/1/2017

www.abdillahsyafei.com 2022