Rasa malu yang lahir dari kerendahan hati adalah sifat yang sangat mulia. Darinya muncul kebersahajaan dan darinya lahir kekuatan untuk mengikis kesombongan dan keangkuhan. Tak perlu merasa hina di hadapan manusia hanya karena kita seorang pemalu sebab Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa saja adalah Zat yang pemalu.
Dari Salman Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Tuhanmu Pemalu dan Pemurah, Dia akan malu terhadap hamba-Nya bila ia mengangkat tangannya kepada-Nya, lalu Dia mengembalikannya dengan tangan kosong.” (Riwayat Imam Empat selain Nasa’i. Hadits shahih menurut Hakim).
Jika Allah Yang memiliki segalanya saja malu, kenapa kita manusia yang tak memikiki daya, harta dan kekuasan ini tidak mau atau gengsi menjadi orang pemalu. Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam menyebutkan adanya korelasi langsung antara rasa malu dengan keimanan. Beliau menyatakan bahwa rasa malu itu merupakan bagian dari keimanan.
Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata: Nabi saw. mendengar seseorang menasehati saudaranya dalam hal malu, lalu Nabi saw. bersabda: Malu adalah bagian dari iman. (Shahih Muslim )
Masih dalam riwayat Imam Muslim dari disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu menyebutkan Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih. Dan malu adalah salah satu cabang iman. Ini menunjukkan betapa pentingnya rasa malu bagi seorang muslim. Rasa malu yang proporsional merupakan kebaikan yang sangat tinggi nilainya.
Malu menyebabkan kita mawas diri, mengontrol perilaku dan tindak tanduk diri sendiri. Malu membuat seseorang tak mudah mencela orang lain, karena dia sadar bahwa dirinya juga banyak memiliki kesalahan. Dari sini dia akan memiliki banyak kemakluman kepada orang lain, mudah memaafkan, tidak gampang mengeluarkan sikap dan pernyataan yang bernada hinaan.
Dari Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Di antara nasehat yang di dapat orang-orang dari sabda nabi-nabi terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu.” (Riwayat Bukhari).
Hanya orang yang tak punya rasa malu lah yang berbuat sekehendak hatinya di dunia ini. ia tak memperdulikan keadaan dan perasaan orang lain karena baginya orang lain selalu kurang bahkan salah, dan hanya dirinya yang lebih dan selalu benar. Seorang pemalu akan lebih banyak menatap kekurangan diri sendiri dibanding mencari-cari cacat dan cela orang lain, sehingga ia menjadi manusia yang beruntung serta laya untuk berbahagia.
Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Berbahagialah orang yang tersibukkan dengan aibnya, sehingga ia tidak memperhatikan aib orang lain.” Riwayat Al-Bazzar dengan sanad hasan.
Demikianlah rasa malu bisa memuliakan dan membahagiakan pemiliknya.
Wallahu a’lam
Samarinda 23 September 2013
(Abdillah Syafei bin Abdul Shamad)