Hal penting yang harus dimiliki oleh penulis pemula, terutama saat tulisan yang dia kirimkan ke penerbit belum dipublikasikan adalah sikap legowo dan segera melakukan introspeksi.
Bertanyalah kepada diri sendiri, dimana letak kesalahan ataupun kekurangan karya kita? Jangan buru-buru menyalahkan penerbit dan tim redaksinya. Karena biasanya mereka tidak menerbitkan karya seorang penulis sebab ada hal-hal tertentu yang menurut pertimbangannya bahwa karya itu belum layak untuk mereka publikasikan.
Atau bisa jadi bukan karena standar penulisan, namun karena sudah ada karya sejenis yang sudah lebih dahulu mereka terbitkan di waktu yang berdekatan (belum lama) sehingga mereka masih fokus mempromosikan karya tersebut.
Artinya, kita harus tahu diri. Bila memang karya kita masih belum cukup memenuhi standar penerbitan mereka. Boleh jadi sebenarnya karya kita sangat bagus, namun genre tulisan kita tidak cocok dengan jenis penerbitnya, sehingga mau tidak mau tulisan bagus itu tereleminasi.
Tulisan kita bercerita soal kehidupan orang dewasa misalnya, namun ditolak penerbit lantaran mereka adalah perusahaan yang mengkhususkan pada penerbitan buku anak-anak.
Intinya sekali lagi, lakukan introspeksi. Koreksi lagi karya yang sudah kita buat jangan-jangan ada hal-hal yang tidak sesuai selera penerbit maupun redakturnya. Perlu diingat bahwa tulisan termasuk karya seni, dimana penilaian juga bisa sangat subjektif. Bila tak sesuai selera penyeleksinya, maka kemungkinan besar akan ‘gugur’.
Saya pernah mengalami hal yang demikian di awal karir kepenulisan. Beberapa karya yang saya kirim di sebuah penerbitan media massa dan dikembalikan justeru dimuat di media lain. Demikian sebaliknya.
Di tahun 2000-an, saya pernah memenangkan lomba penulisan sastra tingkat nasional. Saat saya berkunjung ke kantor majalah penyelenggaranya ada cerita yang cukup mengejutkan dituturkan oleh salah seorang redaktur majalah tersebut.
Menurut dia, di tahap awal seleksi naskah dilakukan oleh pihak mereka. Uniknya naskah saya sebenarnya merupakan salah satu naskah yang sudah tereliminasi dan masuk “keranjang sampah”. Beruntung saat seleksi tahap kedua oleh dewan juri yang merupakan para sastrawan senior, ada salah seorang juri (kalau tidak salah dari majalah Pantau) mengambil naskah saya tersebut dan membacanya.
Setelah membaca naskah saya sang juri justeru tertarik dan menganggapnya bagus. Selanjutnya, ternyata mayoritas juri memberikan nilai tinggi atas karya saya. Akhirnya diputuskanlah bahwa cerpen MANDAU BERDARAH karya saya itu menjadi pemenang pertama tingkat nasional.
Saya sempat bertanya kepada sang redaktur yang bercerita itu, mengapa mereka sempat “membuang” naskah saya? Katanya, karena gaya tulisan saya kurang populer. Sebab majalah yang mengadakan lomba ini merupakan majalah sastra yang mengambil segmen pasar kalangan muda.
Tapi ternyata memang takdirNya bahwa naskah saya yang akan menjadi juara. Para juri yang diminta menilai adalah para sastrawan tua yang tentunya seleranya agak berbeda dengan kebanyakan redaktur majalah penyelenggara.
Nah, sahabat dan kerabat penulis pemula dan yang sedang ingin menjadi penulis, jangan putus asa saat karya kita ditolak orang. Selalu lakukan introsfeksi agar kita bisa membuat kualitasnyamenjadi lebih tinggi.
Paling tidak, bila merasa bahwa karya kita itu sudah bagus dan memenuhi syarat untuk dipublikasikan, maka pikirkan bagaimana caranya untuk menarik hati redaktur yang menseleksinya.
Selamat berlatih dan berkarya 👍