Dalam dunia perpantunan, khususnya di pelatihan “sehari jago berpantun” yang saya buat, ada jurus dasar yang pertama diajarkan yakni jurus mabuk.
Mengapa disebut jurus mabuk? Karena memang gaya berpantun dengan jurus ini membuat orang berkata-kata seperti orang mabuk. Artinya nggak jelas arti dan juntrungannya. Bahkan nggak nyambung antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.
Seperti “Jurus Mabuk” dalam filem Kungfu dimana sang pendekar terlihat asal-asalan bahkan tak bisa mengontrol diri dalam bergerak, maka mirip seperti itulah yang dilakukan oleh pemantun yang menggunakan jurus mabuk ini.
Ia asal berkata dan membuat kalimat tanpa memperhatikan nyambung ataukah tidak maknanya. Yang penting ujung kalimat sama bunyinya. Logika bahasa ditinggalkan, namun anehnya kalimat yang diucapkan terdengar indah.
Contohnya? Mari kita simak pantun berikut.
Di Surabaya banyak cerobong
Kain katun terkena ludah
Bukan saya berkata bohong
Membuat pantun sangatlah mudah
Coba perhatikan dua sampiran di pantun tersebut! Ternyata antara keduanya sama.sekali tidak ada hubungannya. Yang pertama bercerita bahwa “di Surabaya banyak cerobong”. Lalu apa hubungan nya dengan sampiran kedua “Kain katun terkena ludah” itu?
Dua sampiran yang biasanya berkaitan bahkan kadang merupakan sebab-akibat dalam pantun ini benar-benar tidak nyambung. Tidak memilki pengrtian yang runut atau bersambung sebagaimana pantun diengan level lebih tinggi.
Sebagai pembanding coba perhatikan dua pantun di bawah ini yang menggunakan penyusunan sampiran berbeda namun dengan isi yang sama;
Di Surabaya banyak cerobong
Tiap tahun terus bertambah
Bukan saya berkata bohong
Membuat pantun sangatlah mudah
Atau yang ini:
Kain perca dipotong-potong
Kain katun dibelah-belah
Bukan saya berkata bohong
Membuat pantun sangatlah mudah
Nah, secara bunyi, apalagi dalam interaksi langsung, kita akan merasakan bahwa efek pendengaran yang dirasakan secara umum sama saja. Maka bagi yang merasa kesulitan menyusun kalimat yang runut, logis serta nyambung, tidak masalah menggunakan “jurus mabuk” ini.
Sekali lagi kata kuncinya: “yang penting bunyi di ujung barisnya serasi”. Adapun nyambung atau tidak nyambung logika kalimat pertama dengan kedua pada sampiran itu tidak terlalu kentara. Kecuali tentunya bagi para pemantun yang ahli, maka bisa menilai dengan standar yang lebih tinggi.
Adapun orang awam (kebanyakan), bagi mereka yang penting bisa menikmati keindahan bunyi yang dihasilkan oleh sajak Ab-Ab dari sebuah pantun, itu sudah menyenangkan. Bahkan sajak Aa-Aa pun mereka tak perduli, tetap juga diakui sebagai pantun..
Nah, begitulah cara berpantun yang saya sebut dengan “Jurus Mabuk”. Yakni dengan mengabaikan aneka hal dan fokus kepada persamaan bunyi (sajak) yang ada dalam pantun tersebut. Yang penting, pertama sekali karang dulu isinya baru carikan sampirannya.
Jurus mabuk dalam berkelahi mungkin terkesan asal-asalan. Asal bergerak (bahkan sempoyongan), asal meninju, asal menangkis, dan asal menendang. Namun ujung-ujungnya toh kena juga. Sasaran tetap selau tepat bahkan mematikan.
Begitulah filosofis jurus mabuk dalam berpantun ini. Walaupun namanya mabuk, terkesan asal-asalan dan tidak terkontrol toh kita harus merancang dulu isi dari si pantun. Baru saat mencarikan sampirannya kita gunakan prinsip asal ujungnya sama.
Dalam contoh pantun yang saya buat di atas, isi pantun yakni;
Bukan saya berkata bohong
Membuat pantun sangatlah mudah
Adalah hal pertama yg ang harus dibuat. Setelah jelas apa yang ingin disampaikan dalam bentuk dua kalimat isi ini, barulah anda carikan sampirannya dengan prinsip “asal” tadi. Yakni asal bunyi ujungnya sama.
Makanya dengan isi yang sama anda bisa saja membuat sampiran yang berbeda (seperti contoh saya di atas).
Mari kita berlatih dengan santai dan jangan merasa tertekan. Biarkan spontanitas anda yang bicara. Tak usah dihiraukan apakah kalimat yang dibuat singkron apa tidak antara baris pertama dengan baris kedua. Toh kedua baris itu hanya sampiran bukan isi. Bagi sampiran yang penting bunyi di ujungnya (sajak) adalah sama.
Mungkin bagi orang kebanyakan tidak menyadari bahwa banyak diantara orang yang disebut sebagi ahli berpantun, raja pantun, dan sebutan sejenis, padahal kalau diperhatikan sebenarnya mereka masih banyak menggunakan jurus ini.
Bagi para ahli pantun sebenarnya ini hanya “tingkat basic” dari keahlian berpantun. Sebuah pantun akan sangat keren di mata sesama pemantun profesional ketika karya yang dibuat seolah benar-benar improvisasi utuh. Cirinya? Sudah tidak menggunakan pola jurus dasar, namun benar-benarĀ kelihaian memainkan diksi yang indah.
Selamat mencoba..!
Wallahu a’lam.