Ilmu bela diri (berkelahi) selayaknya digunakan dalam kondisi terpaksa saja. Yakni ketika serangan orang jahat sudah tak bisa dihindari. Dan ketika ilmu itu kau terapkan dalam sebuah aplikasi, serangan musuh tak hanya butuh tangkisan. Ada kalanya kita terpaka balas memukul dan menendang. Bahkan mengunci dan mematahkan. Bukan untuk membunuh dan memusnahkan, namun sekedar melumpuhkan supaya si penjahat tak lagi melanjutkan serangan.
Mungkin ada yang berkata: “Biarkanlah orang memukulmu jangan kau balas memukul. Karena bila kau lakukan itu, apa bedanya kau dengan penjahat itu.”
Itu adalah perkataan yang benar bahkan sangat benar. Hanya saja tidak bisa diterapkan di semua situasi dan keadaan. Bagi orang yang memukulmu karena kekhilafan, tentu sikap begitu sangat mulia. Namun ketika yang kau hadapi adalah penjahat kawakan yang sadis dan “berdarah dingin’, yang suka membantai orang tanpa belas kasihan, maka melumpuhkannya adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan dirimu, orang lain, dan diri penjahat itu sendiri.
Demikian pula dalam perang pemikiran (ghazwul fikri) Sahabat, ketika tukang fitnah menebar cacian kepadamu, dan secara masif berupaya menjatuhkan harga dirimu. Ada kalanya kau perlu menjelaskan bahwa fitnah dan tuduhan itu tidak benar. Namun bila si penuduh adalah orang atau kelompok orang yang lebih punya nama, kadang klarifikasimu hanya dianggap alibi dan dalih semata.
Argumen dan penjelasan yang gigih dan berpeluh-peluh yang kau lakukan pun hanya beroleh lelah. Bahkan bisa menghadirkan celaan dan bully yang lebih kejam dari sebelumnya.
Wal hasil, bukannya orang awam percaya kepada anda, justeru mereka kian menghina karena kau dianggap tak lebih dari seekor kambing yang “menanduk gunung”… Sia-sia.
Maka, ada masanya kau terpaksa harus membongkar fakta dan membuka mata mereka, bahwa orang-orang jahat yang terlihat bagai malaikat itu tak lebih dari penipu ulung yang menyembunyikan kekejiannya.
Bukalah mata umat dengan menyuguhkan realita bahwa kehebatan mereka selama ini tak lebih dari penciteraan semata. Dan kedigjayaan mereka yang gemar membongkar aib serta mencela, tak lebih dari ungkapan “maling teriak rampok” saja.
Inilah perlawanan terhadap kedzaliman yang kadang terkesan sebagai kebencian dan kedengkian. Cukuplah ingatkan umat akan kejahatan tanpa harus memperhinakan pribadi si penjahat. Meskipun mereka selama ini berlaku lebih keji, namun kerasnya sikap dan kata-kata kita tak lebih dari aksi BELA DIRI. Selebihnya.. Tetap beri empati setulus hati.
Wallahu a’lam
JENDELA NURANI
(Abdillah Syafei)