Bagaimanapun kemajuan teknologi selalu memiliki sisi positif dan sisi negatif. Meski suatu fasilitas bisa kita anggap memiliki dampak positif lebih banyak, namun dampak negatif yang sedikti tetap harus kita waspadai. Sedikit tentu bukan berarti tak ada. Sedikit bukan pula berarti kecil….
Ini pengalaman pribadi saya sendiri. Saat memperkenalkan istri dengan internet dan facebook, saya sudah mewanti-wanti agar mereka berupaya mencari hal-hal yang baik dari dunia maya tersebut. Mencari tulisan keislaman, menambah jaringan ukhuwah dengan muslim dari berbagai penjuru dunia, berbagi kabar jihad, sharing pemahaman fiqih dan lain sebagainya.
Alhamdulillah, amanah suami tampaknya sangat diperhatikan dan dilaksanakan sehingga perkembangan kepribadian, pemahaman tauhid dan fiqih mereka saya rasakan menjadi semakin lebih baik. Apa yang mereka tahu tak lagi sebatas apa yang disampaikan oleh asatidz di majelis taklim.
Namun tanpa disadari, perlahan saya merasakan ada beberapa efek negatif telah masuk ke dalam kepribadian istri dan diri saya sendiri justeru setelah masuk dalam beberapa grup berbau ke-Islaman. Meski karenanya sekarang tampak lebih bisa memahami argument aneka faham keislaman namun ada pula beberapa sikap baru yang saya tangkap sudah merasuk dalam gaya penulisan-penulisan status maupun catatan istri saya (bahkan diri saya juga) di facebook.
Suasana debat, canda yang kelewatan dosis dengan lawan jenis juga dalam memakai bahasa sidiran dan bantahan keras yang kerap ditemui dalam grup-grup itu sedikit banyaknya telah mempengaruhi sedikit karakter komunikasi kami. Alhamdulillah perubahan karakter tersebut hanya sebatas dunia maya, dan Alhamdulillah juga belum ‘terlalu’ parah.
Saya pun mulai mengajak berbicara secara lemah lembut kepada istri saya. Saya ajak untuk melakukan introspeksi dan perenungan tentang kiprah kami di dunia maya. Kamipun menyadari bahwa sedikit banyak karakter teman, komunitas dan suasana suatu grup sadar atau tidak akan mempengaruhi suasana hati dan gaya bertutur kita.
Itulah kemudian yang menyebabkan saya jika membuat grup selalu menetapkan aturan agar anggota menjaga adab dan sopan santun juga tanpa harus jiddal (debat) dengan gaya ngtot-ngototan. Silahkan anda rasakan sendiri bagaimana perbedaan antara kebenaran yang disampaikan dengan “menyentuh hati” dengan kebenaran yang disampaikan dengan “menyinggung harga diri”.
Sebagian sahabat boleh saja memvonis bahwa saya adalah sosok yang “lembek” tidak tegas dalam dakwah, atau takut untuk berhadapan dengan orang sesat. Jika tuduhan itu lebih ‘nikmat’ untuk ditujukan ke saya, saya akan ridho menerimanya. Namun insya Allah saya berkeyakinan bahwa apa yang saya lakukan justeru karena saya “tegas” dalam memegang kebenaran. Dan bukankah diantara kebenaran itu adalah dakwah yang hikmah dan tidak bersengaja menyebabkan orang lari dari kebenaran?
Ibaratkan makanan, maka bagi saya dalam menerima maupun menyebarkan kebenaran itu seperti orang yang makan. Dimana sebelum kita ‘menelan’ sebuah ajaran, sebaiknya kita ‘kunyah’ terlebih dahulu sehalus-halusnya. Kemudian, jika saya merasakan bahwa makanan tersebut sangat nikmat, saat saya ingin membagikannya kepada orang lain, saya akan hembuskan dengan lembut bukan menyemburkannya ke wajah orang. Biarkan orang mencium baunya yang enak hingga seleranya tergoda. Jika demikian kadang tanpa ditawari sekalipun dia akan memintanya. Insya Allah.
Kita tentu banyak membaca kisah-kisah para salafus shalih (generasi terdahulu yang shalih) yang dengan keteladanan akhlak mereka yang memikat nan indah memikat menyebabkan orang di luar Islam bersimpati hingga mereka dengan kerelaan sendiri masuk ke dala agama kita.
Bahkan jika kita mau membaca sirah Nabi Muhammad Shallahu alaihi wa Salam, begitu banyak riwayat yang menceritakan kelembutan akhlaq Rasulullah dan para sahabat yang sangat mempesona, hingga musuh merekapun tak sedikit kemudian menjadi sahabat terbaik.
Kembali ke soal facebook. Kita harus mafhum bahwa dunia maya ini benar-benar maya. Banyak sosok-sosok palsu, banyak ajaran kesesatan berseliweran dengan mengenakan baju kebenaran. Aneka tipu daya bahkan bisa dibilang lebih banyak bentuk dan jenisnya dibanding dunia nyata.
Realita bahwa kita tak saling bertatapan langsung, kadang menyebabkan kita memiliki perilaku yang bertolak belakang dengan kondisi kita di dunia nyata. Yang di dunia nyata pemalu, bisa saja di dunia maya menjadi orang yang sangat gaul bahkan agresif. Yang di dunia nyata bukan siapa-siapa di dunia maya bisa saja menjadi seorang yang tampak alim bahkan menjadi pemberi fatwa. Bahkan yang di dunia nyata sebenarnya tidak ada pun di dunia maya menjadi sosok yang sangat eksis.
Inilah “dunia lain” yang harus kita waspadai dengan sewaspada mungkin. Iblis dan syaithan bisa saja bersembunyi di balik akun-akun yang tampak sholeh atau sholehah. Sementara manusia-manusia alim dan sholeh sendiri malah tak mustahil tampak culun dan bodoh. Mungkin tak semuanya seperti itu namun tak semuanya juga yang tidak begitu.
Facebook, adalah media yang bisa mengantarkan (wasilah) kita pada perahu ukhuwah, jalinan aqidah, dan jaringan bisnis yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Namun facebook juga bisa menjadi awal dari kerusakan akhlaq, kesesatan beragama hingga kebinasaan kehidupan nyata kita.
Maka, marilah kita mejadikan sarana ini secara proporsional, sesuai kadar kebutuhan. Juga disertai kewaspadaan tingkat tinggi. Insya Allah, dengan pengendalian diri, kita dapat memetik banyak kebaikan dan membuang keburukan-keburukan yang ada padanya.
Dan yang penting “jangan hanyut di air tenang”
Wallahu a’lam
Aug 20 2013
ABDILLAH SYAFEI