Mungkinkah wabah corona ini sesungguhnya hanyalah dibesar-besarkan oleh elit global untuk bisa mengendalikan umat manusia? Mereka dengan jaringan media dan organisasi skala dunia yang sudah dikendalikannya menciptakan ketakutan untuk kemudian memberikan pilihan-pilhan yang kesemuanya hanya menguntungkan kepentingan mereka?
Ada yang bilang ada bisnis besar di sini. Bisnis obat dan vaksin yang mau tidak mau akan laris manis dibeli oleh negara-negara yang penduduknya banyak menderita covid 19. Hingga isu yang lebih mengerikan akan adanya pengendalian individu manusia serta depopulasi untuk mengontrol usia dan jumlah penduduk dunia.
Mungkin saja. Bila kita menyimak aneka video dan tulisan dari para ahli penganut teori konspirasi maka analisa-analisa semacam itu sangat bisa dikemukakan. Bahkan dalam konteks yang berbau agama, kemungkinan ini dihubung-hubungkan dengan fitnah (kekacauan) yang dibuat pengikut dajjal juga bukan hal yang aneh.
Saya sendiri sebagai seorang yang sudah sejak puluhan tahun mengamati teori konspirasi, bumi datar, dan fitnah akhir jaman, sangat bisa menerima hadirnya teori-teori semacam ini. Bahkan pergaulan saya dengan ilmu sulap dan teknologi pikiran sangat mudah memahami kemungkinan tersebut.
Dalam teknologi pikiran misalnya, kami biasa membahas tentang aneka fenomena pencucian otak dan pengendalian perilaku manusia. Kami juga sangat memahami bahkan biasa melakukan, bagaimana trik sulap yang merupakan konspirasi dalam skala kecil di dalamnya terjadi penggiringan opini dan pembentukan persepsi yang tidak sesuai dengan realita. Makanya trik sulap yang sebenarnya logis bisa menjadi ajaib dalam pandangan orang awam, diantaranya adalah karena prinsip miss direction (pengalihan perhatian) dan miss perception (kesalah pahaman).
Jadi sekali lagi, secara ilmu kami sangat bisa menerima teori konspirasi bahkan bisa membuat simulasinya dalam bentuk kecil yakni praktik NLP dan hypnosis serta pertunjukan sulap yang menggunakan konsep-konsep berbau “konspirasi” tersebut.
Namun untuk meyakini suatu kejadian (kasus) merupakan hasil konspirasi, kemudian langsung dihubungkan dengan elite global, nah di sini kita harus berhati-hati. Apalagi langsung memvonis suatu kondisi sebagai bagian dari fitnah dajjal, maka itu membutuhkan sebuah penelitian yang serius dan hati-hati dengan fakta yang akurat serta meyakinkan.
Atau kalaupun benar adanya konspirasi dan fitnah dajjal yang sedang berlangsung, maka perlu lagi analisa mendalam untuk menentukan mana ujung dan mana pangkal dari fitnah tersebut, supaya kita tidak salah langkah dalam mengantisipasiny. Jangan sampai perbuatan yang kita sangka akan menghadang (melawan) fitnah dajjal justeru malah mendukung tujuan mereka.
Ambilah contoh himbauan untuk mengganti shalat jumat dengan shalat dzuhur dan meniadakan sementara waktu shalat di masjid lalu menggantinya dengan shalat di rumah. Anggaplah benar bahwa bahaya covid 19 ini hanya sebuah konspirasi elite global atau kelompok anti agama (dajjal) yang menakut-nakuti saja.
Nah yang menjadi pertanyaan, ujung daripada konspirasi ini dimana? Maksud saya apakah target mereka hanya agar masjid dan rumah ibadah umat beragama kosong? Sampai disitu saja. Ataukah tujuan akhirnya adalah agar manusia menentang ajaran agamanya sendiri sekaligus memusnahkan (minimal mengurangi) populasi umat beragama tersebut?
Ada gerakan sebagian umat yang menolak peniadaan shalat berjamaah di masjid dengan alasan bahwa himbauan itu hanyalah ditunggangi oleh konspirasi dajjal, untuk menjauhkan umat dari masjid. Dengan tetap ngotot berjamaah di masjid mereka beranggapan adalah cara melawan konspirasi tersebut.
Oke, misalnya kita sepakat bahwa ada campur tangan konspirasi global dan fitnah dajjal. Tapi apa kita tidak terpikit untuk berlogika sebaliknya? Apa isu itu bukan malah dihembuskan oleh pengikut dajjal agar umat tetap bergerombol sehingga jadi lebih mudah untuk membunuh mereka? Dengan umat berkumpul dalam jumlah besar, tinggal disusupkan sesuatu atau seseorang yang membawa virus lalu mereka bisa langsung menyerang banyak orang? Ini satu kemungkinan juga yang bisa saja berlaku bila kita berpikir dengan framing teori konspirasi tadi.
Dan dari sudut agama juga apakah isu itu tidak mungkin dihembuskan oleh pengikut dajjal supaya umat menjadi berani membangkang bahkan mencaci maki ulama serta melecehkan ajaran Nabi berkaitan dengan kondisi bencana. Ajaran Nabi agar umat shalat di rumah saja saat ada wabah, akhirnya malah diingkari umat Islam sendiri karena fitnah dajjal berhasil membuat mereka bersikap ghuluw (berlebihan) dalam agama?
Mohon maaf, ini bukan tuduhan. Sekali lagi saya hanya bicara aneka kemungkinan ketika kondisi wabah corona ini kita hubungkan dan kita pandang dengan sudut pandang penganut teori konspirasi. Semua kan mungkin saja terjadi.
Saya sendiri tidak berani memvonis sejauh itu meskipun tentunya kewaspadaan terhadap kemungkinan konspirasi memang ada dalam pikiran ini. Namun jujur saja untuk menyimpulkan sejauh itu dengan rinci saya tidak berani. Apalagi bila kita bicara fitnah dajjal dan konspirasi elite global maka merincinya bukan sebuah hal yang sederhana.
Artinya begini, sebagai orang dengan baground pengetahuan teknologi pikiran dan dunia sulap, bagi saya tidak sulit memahami teori konspirasi dan yang sejenis. Bahwa di dunia ini banyak terjadi persekongkolan jahat kaum elite untuk mengeruk keuntungan ekonomi, politik, bahkan ideologi saya percaya itu ada. Namun untuk mempercayai bentuk-bentuk detilnya perkasus tentu tidak sesederhana itu dan saya tidak sudi membiarkan keimanan serta akal sehat saya hanyut tunduk pada reka-reka dan imajinasi semata.
Justeru karena saya khawatir reka-reka dan imajinasi yang diungkapkan oleh sebagian orang yang katanya anti dajjal dan anti elite global itulah yang sebenarnya merupakan fitnah dajjal itu sendiri. Bisa jadi mereka sendiri tidak sadar sedang ditunggangi atau dimanfaatkan.
Ambillah contoh kasus ISIS yang sudah berhasil menyesatkan banyak saudara saya sesama muslim. Berapa banyak orang yang kemudian menyesal setelah bergabung dengan organisasi teroris tersebut. Mereka awalnya menyangka bahwa ISIS itu memperjuangkan agama, ISIS merupakan pasukan akhir jaman yang akan melawan kekuatan kafir jahat, dan mereka ingin mewujudkan kehidupan yang Islami.
Awal kemunculannya banyak tokoh, termasuk tokoh agama yang percaya bahwa ISIS merupakan kekuatan mujahidin (pejuang Islam) baru yang akan menghancurkan kekuatan jahat dunia dan sekutunya. ISIS akan menegakan kekhilafahan yang sesuai dengan syari’at Islam.
Namun apa yang terjadi kemudian? Faktanya ISIS adalah bikinan elite global yang bertujuan untuk menciptakan kekacaua di dunia dan menjebak umat Islam yang berjiwa militan untuk terjerumus pada tindakan jahat dengan mengatasnamakan Islam. Keberadaan ISIS diakui sendiri oleh petinggi Amerika sebagai bikinan mereka bersama beberapa sekutunya.
Akhirnya, banyak kemudian mereka (termasuk orang Indonesia) yang sudah masuk ke dalam ISIS menyesal karena merasakan bahwa hidup dalam organisasi tersebut justeru tidak Islami. Ada diantara mereka yang sudah sadar itu kemudian berhasil kabur, namun konon tidak sedikit juga yang gagal dan akhirnya dieksekusi dengan sangat kejam.
Wallahu a’lam, informasi soal ISIS ini mana yang benar dan mana yang rekayasa. Namun paling tidak kita bisa melihat bahwa ada konspirasi di situ. Tinggal siapa pelaku dan siapa objeknya mungkin itu masih bisa diperdebatkan panjang dan lebar. Saya tidak sedang membahas sedetil itu.
Kembali ke teori konspirasi berkaitan dengan corona. Sekali lagi saya bisa menerima kemungkinan adanya aneka konspirasi dalam masalah ini, namun untuk tenggelam dalam sebatas prasangka dan reka-reka saya tidak bisa. Apalagi bicara fitnah akhir jaman maka bagi saya tidak semudah itu menyimpulkan. Kesimpulan yang akurat hanya bisa didapat dengan data dan fakta yang nyata bukan asumsi dan reka-reka.
Jadi bagaimana supaya tidak bingung menghadapi semua ini? Maka yang terbaik menurut saya adalah dengan mengikuti tuntunan agama. Ya, untuk menghadapi fitnah akhir jamam tidak ada pilihan lain kecuali kembali kepada ajaran agama. Nah, bagaimana tuntunan agama agar kita selamat dari fitnah?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنٌ كَقَطْعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
“Sebelum datang kiamat ada beberapa fitnah seperti potongan malam yang gelap.” (HR. Hakim)
Ketika kita dalam kebingungan seperti itu maka kita pasti tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang fakta dan mana yang hoax. Maka untuk mengambil sikap supaya tidak salah kita kembali kepada peinsip ajaran Allah dan RasulNya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)
Sebenarnya sejak lebih dari 14 abad yang silam Rasulullah sudah menginformasikan kepada kita kondisi dimana manusia akan berselisih pendapat dalam banyak persoalan terlebih soal agama maka Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ *
“Kalian akan melihat setelahku perselisihan yang dahsyat. Maka kalian harus berpegang dengan Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan geraham serta jauhilah perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap bid’ah adalah sesat.” (Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Jadi menghadapi kondisi saat ini misalnya, apakah kita membuat sendiri cara beribadah di saat wabah ataukah mengikut cara yang sudah pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabat? Kalau saya sih lebih baik mengikuti cara Nabi dan sahabat.
Dalam hal shalat berjamaah di masjid misalkan. Kalau memang yakin kondisi belum darurat ya maka shalatlah sebagaimana biasa kita shalat. Kita laksanakan saja shalat jum’at dan shalat berjamaah secara normal, karena tidak ada udzu syar’i untuk meninggalkannya.
Namun jika memang sudah yakin kondisi memang sudah gawat dan ada udzur syar’i maka lebih baik mengganti shalat jum’at dan shalat jamaah di rumah saja daripada kita membuat tata cara shalat yang baru misalnya dengan shaf yang dibuat berjauhan dan lain sebagainya yang tidak pernah diajarkan oleh agama. Padahal Nabi memerintahkan agar merafatkan shaf.
Memahami Al Qur’an dan Assunnah ini tentu dengan bimbingan ulama yang mengerti agama, yang tahu tata cara beribadah yang benar bukan dengan pemahaman sendiri atau dengan kesimpulan dari menghubung-hubungkan fenomena yang tejadi dengan akal semata. Kita ikuti apa yang dikatakan para ahli sesuai kapasistas ilmunya. Soal penyakit ahli medis, kalau agama ya para ulama.
Allah berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS: An Nahl: 43)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Ilmu (agama) ini akan dibawa oleh orang-orang terpercaya dari setiap generasi. Mereka akan meluruskan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, ta’wil orang-orang jahil, dan pemalsuan orang-orang bathil. Ilmu ini hanya layak disandang oleh orang-orang yang memiliki karakter dan sifat seperti itu.” (lihat Al-Jaami’ li-Akhlaqir-Raawi wa Adabis-Saami’oleh Al-Khathib Al-Ba’dadi)
Bagaimana bila tidak semua ulama bersepakat dalam sebuah perkara? Ada sebagian kecil yang memiliki pendapat tidak umum? Maka jika ingin selamat lebih baik kita ikuti pendapat mayoritas (sawadil a’dzam).
Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“إِنَّ أُمَّتِي لَن تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ الاخْتِلَاف فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ الْأَعْظَمِ”
Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kamu melihat terjadinya perselisihan, maka ikutilah golongan mayoritas. (Hadits shahih riwayat Ibnu Majah).
Mengikuti mayoritas ulama memberikan keyakinan bagi kita bahwa dengan begitu banyaknya orang yang ahli dengan kelebihan masing-masing tentu lebih menjamin bahwa kesimpulan yang mereka keluarkan lebih baik dan akurat.
Lalu bagaimanakah bila ternyata kesimpulan ulama itu keliru? Ternyata mereka juga salah dalam menganalisa fenomena yang ada?
Tidak usah khawatir, dengan mengikuti para ulama kesalahan yang terjadi setelah mereka berikhtiar dengan maksimal mengerahkan segenap kemampuan ilmunya tidak akan dihitung sebagai dosa. Bahkan masih berpahala.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا َاجْتَهَدَ الْحَاكِمُ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذََا اجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ
“Jika seorang hakim berijtihad lalu benar, maka ia berhak mendapat dua pahala, namun jika ia berijtihad lalu salah, maka ia mendapat satu pahala” (HR. Bukhari dan Muslim)
Berbeda bila orang awam yang menduga-duga maka itu justeru bisa menjerumuskan pada dosa yang besar. Ya, karena orang yang awam memutuskan sesuatu tidak bersasarkan ilmu yang komplit. Mungkin ia menggunakan dalil yang shahih, hanya saja bagaimana penafsiran dan imu pendukung lainnya tentu sangat tidak memenuhi syarat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
(إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيْثِ (رواه البخاري ومسلم
“Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu adalah sedusta-dustanya perkataan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ya, menduga-duga suatu perkata sebagai sebuah kewaspadaan tentu boleh saja. Namun menjadikan praduga (persangkaan) sebagai sesuatu yang diyakini dapat menyesatkan pola pikir manusia. Manusia yang sudah tenggelam dalam prasangka hingga sampai meyakini prasangka itu sebagai fakta bisa jatuh ke dalam kondisi kejiwaan yang bermasalah. Hidup bisa tidak tenang karena paranoid. Bahkan ia bisa menjadi berdosa ketika prasangka itu dijadikan dasad untuk memvonis sesuatu atau seseorang.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan agar kita tidak mengikuti sesuatu yang kitabtidak benar-benar memiliki pengetahuan yang benar tentang sesuatu itu.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا Arab-
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Isra:36)
Semoga Allah Subhanahunwa Ta’ala selalu membimbing hati, ucapan, perbuatan dan langkah kaki kita agar kita selalu berada di atas jalan kebenaran dan tidak salah salam menyikapi aneka permasalahan di akhie jaman yang penuh dengan fitnah ini. Aamiin
* gambar nemu di google, hanya ilustrasi