Bahwa harga diri bisa terbeli dengan sangat murah, sudah dibuktikan saat pemilu. Hanya dengan uang ratusan ribu rupiah, sebagian orang siap mencoblos nama caleg meski tak mereka kenal sama sekali. Ironis…
Dan sungguh ini bukan sekedar soal harga diri, namun juga soal iman dan ketaatan pada Tuhan. Betapa sebagian orang sudah tidak takut lagi pada ancama Nya. Atau mungkin malah tidak percaya sama sekali?
Padahal yang menyogok dan yang disogok sama-sama masuk neraka. Apakah mereka sudah tidak percaya siksa neraka?
Mengerikan… ketika uang bicara, sosok tak dikenalpun dipilih, sementara sebaik dan sesoleh apapun orang tidak “dianggap”, karena tidak memberi sepeserpun sogokan. Kebaikan berpuluh tahun sirna tak berarti karena ia tak melakukan serangan fajar.
Saya punya kawan, seorang yang sangat dikenal sebagai aktifis Islam di kampungnya, bahkan tingkat daerah. Urusan rumah ibadah dan kegiatan keagamaan di kampung, ia sangat aktif. Bisa dibilang masyarakat sangat terbantu dengan aktifitas pemuda ini.
Tapi apa yang terjadi? Suaranya jatuh di “kandang sendiri”. Meski ada yang mencoblos, namun tak berapa orang. Itu juga kemungkinan keluarganya sendiri. Kemana warga yang lain? Apakah mereka tidak mengenal tetangganya sendiri? Apakah mereka lupa dengan kebaikannya selama ini?
Saya rasa tidak… Karena sebelum pemilihan, kawan saya ini sudah curhat soal lembar-lembar rupiah yang berseliweran di kampungnya. Ketika saya tanya kenapa tidak dilaporkan saja? Kawan ini berkata “tidak enak sama tetangga.”
“Ah, kamu bicara begitu hanya karena tidak kebagian. Kalau ada yang ngasih amplop juga diterima…” mungkin ada yang berpikir demikian?
Oh, maaf… Meski bukan tokoh terkenal, tawaran buat saya jauh lebih besar daripada itu. Namun Alhamdulillah saya masih kuat mental untuk tidak menerimanya. Dan saat pemilu, diantara calon legeslatif yang saya coblos justeru ada tidak akrab dengan saya. Dan ada pula yang kenal dengan saya namun hingga postingan ini saya tulis beliau tidak tahu kalau saya mencoblos dirinya.
Wallahu a’lam