Amar makruf nahimunkar menjadi sebuah kata yang menakutkan bagi manusia jaman sekarang. Mendengar dua kata ini disebut, tak mustahil yang tergambar di pikiran kita adalah tindakan anarkis, mengrusakan dan aneka kekerasan lainnya. Pemberitaan di media yang secara langsung atau tidak telah mengidentikkan amar makruf nahi munkar dengan tindak kekerasan membuat kalimat tersebut menjadi sesuatu yang terkesan buruk. Padahal amar makruf nahi munkar sejatinya adalah perintah agama yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang mengaku muslim.
Banyak sekali hadits yang diriwayatkan oleh para ulama hadits berisi perintah bagi kita untuk ber amar makruf (mengajak berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran/keburukan). Diantaranya adalah hadits berikut:
Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo’a dan tidak dikabulkan (do’a mereka). (HR. Abu Zar)
Mengajak orang berbuat baik dan mencegah perbuatan mungkar merupakan bentuk tanggung jawab sosial kita. Karena kita diajarkan oleh agama untuk menjadi mahluk yang saling peduli antara satu dengan lainnya. Kewajiban yang jika tidak dilaksanakan maka yang rugi adalah manusia itu sendiri. Mari kita simak hadits berikut ini:
Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo’a kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma’ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para robi Yahudi dan rahib Nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, dilaknat oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. (HR. Ath-Thabrani)
Dalam hadits yang lain Rasululah Shlallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla tidak menyiksa (orang) awam karena perbuatan (dosa) orang-orang yang khusus sehingga mereka melihat mungkar di hadapan mereka dan mereka mampu mencegahnya, tetapi mereka tidak mencegahnya (menentangnya). Kalau mereka berbuat demikian maka Allah menyiksa yang khusus dan yang awam (seluruhnya). (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
Amar makruf nahi munkar memang tidak mudah. Akan banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan para penyeru kejahatan dan mereka-mereka yang terlena dalam hawa anafsu kemaksiatan tentu akan berupaya menghalang-halangi dan menggagalkan segala upaya penyeru kebaikan. Ini sudah merupakan sunnatullah yang akan terus terjadi sepanjang ‘drama kehidupan’ di dunia ini masih berjalan.
Namun bagi orang yang yakin akan kebenaran, yang berjuang dalam menegakkan perintah Allah, mereka senantiasa bersabar serta istqomah menjalankan tugas mulia ini. Meski emamng tugas tersebut sangatlah berat dan akan menemukan banyak penentangan bahkan penyerangan.
Masih tetap ada dari segolongan umatku yang menegakkan perintah Allah. Tidak menghambat dan tidak mengecewakan mereka orang-orang yang menentangnya sampai tiba keputusan Allah. Mereka masih tetap konsisten (mantap / teguh) baik dalam sikap maupun pendiriannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak cuek dengan kondisi di sekeliling kita. Islam mengajari kita untuk peduli, saling tolong dan saling bantu dalam menggapai kebaikan. Hanya terkadang kepedulian yang diajarkan oleh agama ini disalah artikan oleh sebagian orang. Kepedulian yang merupakan tanggung jawab agama dan tanggung jawab sosial sering diartikan sebagai intervensi terhadap kebebasan seseorang. Sering diartikan sebagai pelanggaran hak asasi yang mengekang kebebasan berekspresi.
Barangsiapa melihat suatu kemungkaran hendalah ia merobah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya (ucapan), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah. (HR. Muslim)
Liatlah hadits di atas, betapa kita harus saling mengingatkan antara satu dengan lainnya, tidak membiarkan kemungkaran terjadi di depan mata, dan harus berusaha mencegahnya sesuai kapasitas dan kemampuan kita masing masing
Ada yang mampu merubah kemungkaran dengan kekuatan tangan alias kekuasaannya, maka orang tersebut harus menghentikan kemungkaran dengan kekuasaannya tersebut. Itulah tugas pemerintah sebagai penguasa yang memiliki otoritas penegakan hukum di sebuah negara.
Ada pula yang hanya mampu berdakwah, menyampaikan kebenaran melalui lisan dan memberikan nashihat-nashihat kebaikan kepada masyarakat. Iniah para ulama dan lembaga-lembaga sosial yang memiliki kebebasan bersuara, menyampaikan aspirasi dan masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk memberikam masukan kepada pemerintah yang memiliki kekuasaan.
Adapula diantara kita yang tak bisa berbuat apa-apa. Yang bahkan untuk berkata-kata menyampaikan nashihatpun tak bisa dia lakukan. Maka dia tetap berkewajiban merubah kemungkaran dengan hatinya. Maksudnya dengan mengingkari kemungkaran tersebut, tidak membantu mencarikan pembenaran atas kemungkaran itu, dan berupaya menjauhi kemungkaran tersebut minimal bagi dirinya sendiri. Mungkin dia tak mampu merubah dengan kekuasaan dan lisan, namun paling tidak dia membenci kemungkaran tersebut, mengungkarinya dan berdo’a agar emungkaran tersebut segera sirna.
Termasuk kategori yang manakah kita? Apakah yang bisa kita lakukan untuk merubah kemungkaran? Apakah kita bisa menggunakan kekuatan kita? Lisan kita? Atau hanya mampu dengan hati saja. Yang jelas semua usaha dan kemampuan kita tersebut sangat dihargai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Apabila Allah memberi hidayah kepada seseorang melalui upayamu, itu lebih baik bagimu daripada apa yang dijangkau matahari sejak terbit sampai terbenam.[1] (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun kadang kala, keinginan kita ber amar makruf nahi munkar yang tak didukung metodologi dan pemahaman yang benar bisa menjatuhkan kita justeru pada tindakan yang kontraproduktif dengan tujuan amar makruf nahi munkar itu sendiri. Maka dibutuhkan ilmu yang memadai sebelum melakukan tugas mulia ini.
Sebagai agama yang sempurna, tentu Islam telah menggariskan rambu-rambu dalam beramar makruf nahi munkar. Diantaranya adalah dengan mengedepankan kasih sayang dan sikap lemah lembut. Ini merupakan hal prinsip yang harus diketahui oleh setiap muslim yang ingin melaksanakan tugas mulia amar makruf nahi munkar ini.
Tidaklah seharusnya orang menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar kecuali memiliki tiga sifat, yakni lemah-lembut dalam menyuruh dan dalam melarang (mencegah), mengerti apa yang harus dilarang dan adil terhadap apa yang harus dilarang. (HR. Ad-Dailami)
Amar makruf nahi munkar yang diwujudkan dalam langkah dakwah mengajak orang untuk mengamalkan kebaikan sebagaimana yang dituntunkan oleh agama serta upaya mencegah perbuatan yang mungkar harus pula diwarnai adab dan akhlak yang baik. Dalam hal berinteraksi dengan orang tua misalkan kita harus mengedepankan sopan santun yang baik. Demikian pula saat mendakwahi orang yang lebih muda, harus diperhatikan pula agar menunjukkan sikap kasih sayang yang tulus.
Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma’ruf dan nahi mungkar. (HR. Tirmidzi)
Mari perhatikan betapa Rasulullah dalam haditsnya menyandingkan perintah menyayangi yang muda dan menghormati yang tua
dengan perintah ber amar makruf nahi munkar.
Kebenaran sendiri adalah sesuatu yang kadang sangat sulit diterima oleh hawa nafsu manusia. Kebenaran kadang terasa berat untuk diakui oleh ego manusia, jika ia disampaikan dengan cara yang berat, kasar dan tidak beradab, tentu kebenaran itu akan masin sulit diterima. Maka dibutuhkan kesabaran dan sikap lemah lembut untuk menyentuh objek dakwah. Itu yang diajarkan oleh Rasulullah, sang teladan terbaik kita. Beliau bersabda:
Permudahlah (segala urusan), jangan dipersulit dan ajaklah dengan baik, jangan menyebabkan orang menjauh. (HR. Bukhari)
Dalam beradkwah menyampaikan amar makruf nahi munkar juga dibutuhkan sikap konsekuen terhadap apa yang didakwahkan. Sang pendakwah sebaiknya menjadi teladan bagi orang yang didakwahi dalam mengamalkan apa-apa yang dia sampaikan. Dibutuhkan kesatuan kata dan perbuatan agar apa yang didakwahkan lebih mengena dan lebih dipercaya oleh objek dakwah (mad’u).
Pada hari kiamat seorang dihadapkan dan dilempar ke neraka. Orang-orang bertanya, “Hai Fulan, mengapa kamu masuk neraka sedang kamu dahulu adalah orang yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan mungkar?” Orang tersebut menjawab, “Ya benar, dahulu aku menyuruh berbuat ma’ruf, sedang aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah orang lain berbuat mungkar sedang aku sendiri melakukannya.” (HR. Muslim)
Seorang yang bisa mengaplikasikan apa yang dia dakwahkan akan menjadi manusia yang beruntung dan memperoleh kebaikan dari apa yang dia dakwahkan sediri. Dia akan mendakwahi dirinya sendiri sebelum dia mengajak dan memerintahkan kebaikan kepada orang lain. Dengan demikian sebelum orang lain mengambil manfaat dari dakwah yang disampaikan, dia terlebih dahulu memetik mafaatnya.
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang, maka dirinya sendirilah yang dijadikannya untuk mengingatkannya, menyuruhnya dan melarangnya. (HR. dan Ad-Dailami)
Saudaraku, kewajiban amar makruf nahi munkar bukan kewajiban sepele. Ia merupakan perintah agama yang sangat penting. Bahkan Rasulullah menyandingkan perintah amar makruf nahi munkar dengan perintah berjihad di jalan Allah. Ya, karena sejatinya amar makruf nahi munkar sendiri merupakan jihad yang agung yang ada dipunda setiap kaum muslimin yang memiliki kafasitas untuk itu.
Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda kepada para sahabatnya: “Kamu kini jelas atas petunjuk dari Robbmu, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih kesitu dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma’ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al Qur’an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)
Apa yang dikabarkan Rasulullah tersebut tampanya sudah mulai kita saksikan gejalanya banyak terjadi di jaman sekarang ini. Dua penyakit; lupa diri karena kemewahan dan kebdohan tampak menjangkiti banyak kaum muslimin saat ini. Padaha fasilitas untuk memperoleh ilmu dan kesenangan hidup yang mestinya disyukuri telah tersedia dengan sedemikian melimpahnya. Hanya saja, karena godaan dunia maupun syubhat yang bertebaran menghalangi kita untk menyadari dan menekuni amar makruf nahi munkar.
Menjadi tugas kita semua untuk menggairahkan kembali semangat berdakwah menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran di sekeliling kita. Kita bisa melakukannya sesuai kapasitas yang ada pada diri kita. Kita juga bisa memulainya dari lingkup terkecil yakni diri sendiri dan keluarga kita masing-masing. Selanjutnya kita bisa berdakwah sesuai tingkat kemampuan kita. Apakah kita mampu menggunakan kekuatan dan kekuasaan, ataukah hanya mampu melalui lisan kita saja? Atau bahkan yang paling lemah dan sederhana adalah dengan hati kita?
Wallahu A’lam